rss

Jumat, 21 Januari 2011

MEMBAHAS SANG DATUK DI KOKI SUNDA


oleh: Nufazee


Sang datuk adalah sebutan khas dari seorang Syamsul Arifin, Gubernur Sumatera Utara. Sosoknya banyak dielu-elukan rakyatnya. Namun, sejak Oktober-November tahun lalu, isu tak sedap mulai menyerang pamor salahsatu putra terbaik partai Golkar ini. Isu itu tidak lain tidak bukan adalah korupsi. Saking seringnya isu klasik ini menyerang pembesar dan para pejabat di Indonesia, telinga rakyat mulai terdidik untuk menjadi kebal, sehingga sosok Syamsul dengan segala kedermawanannya jauh sebelum ia positif diduga korupsi oleh KPK, masyarakat sudah terlanjur suka, sehingga semua berharap Syamsul segera selesai kasusnya. Karena jika Syamsul tidak bebas, banyak rakyat yang hilang sumber penghasilannya hanya dari beberapa lemba rupiah yang dibagi-bagikan Syamsul disela-sela lari paginya.

Berkaitan dengan itu semua, medialah yang selama ini terus memantau perkembangan kasus Syamsul Arifin. LPM Dinamika sebagai salah satu lembaga pers mahasiswa turut diundang oleh KIPPAS (Kajian Informasi, Pendidika, dan Penerbitan Sumatera Utara) sebuah organisasi yang bergerak di bidang penelitian, pendidikan, dan penerbitan dalam acara Seminar bertajuk Hasil Riset Berita: Bingkai Media dalam Pemberitaan Kasus Dugaan Korupsi Syamsul Arifin.

Seminar yang berlangsung pada 18 Januari 2011 di Koki Sunda menghadirkan Penyaji yang tentu saja dari Media Analis Yayasan KIPPAS Medan, Pembahas yang menghadirkan Hendra Harahap, M.A (Dosen Fisip USU Medan) dan Ade Armando, M.A (Ahli Komunikasi FISIP UI Jakarta) dan terakhir yang bertindak sebagai moderator ada Abdi Rufinus Tarigan.

Adapun tujuan dari Seminar ini adalah menyosialisasikan hasil riset berita dugaan kasus korupsi Syamsul Arifin di surat kabar, Sinar Indonesia Baru (SIB), Analisa, Waspada, Sumut Pos, dan Seputar Indonesia, Mencari masukan dalam rangka penyempurnaan draft hasil riset, Memberikan masukan kepada komunitas pers, Memberikan pemahaman kritis kepada publik tentang kecenderungan dan bingkai pemberitaan media ketika meliput kasus korupsi.

Peserta seminar yang diundang pun tidak lain tidak bukan adalah mereka yang berasal dari kalangan Jurnalis, Perguruan Tinggi, Pers Mahasiswa, Organisasi Masyarakat, LSM, Tokoh Agama dan Eksekutif Daerah.

Dalam temaram lampu yang ada di ruang pertemuan Koki Sunda yang terletak di lantai dua tepat pukul 10.00 WIB acara pun dibuka dengan kata sambutan dari perwakilan KIPPAS sendiri yaitu Mohammad Yazid, setelah itu acara dilanjutkan dengan Presentasi Hasil Riset I yang disampaikan oleh Media Analis KIPPAS Syafrizal Daulay. Dalam risetnya yang berjudul Analisi Kecenderungan Berita Kasus Dugaan Korupsi Syamsul Arifin pada 5 surat kabar di Medan, Rizal menyimpulkan bahwa ada dua media yang dianalisa begitu pro Syamsul yakni Waspada dan Analisa sehingga banyak redaksi kata-kata yang begitu terkesan melambungkan sosok Syamsul. Contohnya saja pada Analisa edisi 30 Oktober 2010 halaman 13 memuat jargon dengan judul “Penahanan Syamsul Arifin Terkesan Dipaksakan”, seolah-olah tidak terima dengan keputusan KPK untuk menangkap Syamsul begitu juga Waspada. Idealnya, Rizal menyampaikan dalam simpulan hasil risetnya bahwa penulisan berita korupsi membantu aparat penegak hukum untuk mengumpulkan informasi dan berorientasi untuk mengungkapkan fakta korupsi yang ada bukan seperti apa yang teridentifikasikan dalam riset.

Selanjutnya adalah pemaparan Hasil Riset dari Media Analis KIPPAS yang kedua Pemiliana Pardede, Analisis Framing Berita Kasus Dugaan Korupsi Syamsul Arifin pada 5 Surat Kabar di Medan, penulis piker hasil riset Pemi kurang lebih menyimpulkan sama dengan hasil riset Rizal yang membedakan hanya dari teknis analisanya, Pemi mengambil teknik Analisis Framing. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Di dalam framing, mengakibatkan wartawan bisa mempunyai frame yang berbeda pada suatu peristiwa yang sama.

Kami dari Dinamika yang berhadir berjumlah lima orang ada Nurul Fauziah, Irhas Pulus, Dwi Nopi, Lita Maysarah Desi dan Almi. Pada sesi pemaparan hasil riset, daku cukup merasakan kerumitan entahlah apa yang dirasakan kawanku juga sama seperti yang kurasakan. Aku tidak tahu.

Tiba saatnya tim Pembahas untuk memberikan komentarnya terhadap tim Penyaji. Hendra dalam komentarnya menyampaikan bahwa kelima media tersebut dan media lainnya adalah wajar menuliskan tentang sosok Syamsul yang begitu dielu-elukan masyarakatnya karena memang itu fakta yang terjadi di masyarakat inilah apa yang disebut dengan istilah The Mirror Approach, realitas media yang ada adanya. Selain itu dalam komentarnya juga Hendra menyampaikan beberapa kelemahan KIPPAS, sebaiknya KIPPAS harus menganalisi per media bahkan jika perlu menghadirkan media tersebut sehingga riset yang ada bisa mengandung cover both sides.

Pada sesi berikutnya komentar Ade Armando sebagai tim pembahas kedua. Dalam argumen-nya Ade mengkritik istilah yang digunakan KIPPAS terhadap media yang orientasi positif dan negative terhadap Syamsul, seharusnya istilah KIPPAS menuliskan orientasi positif berarti media yang dalam penyajian berita tentang Syamsul cukup getol bagaimana agar kasus korupsinya terkuak, sedangkan media yang lembek dalam menggali informasi tentang kasusnya Syamsul dinilai oleh KIPPAS sebagai media yang berorientasi negative. Istilah positif dan negative ini dinilai Ade kurang tepat sebaiknya ditulis dengan istilah sesuai dan tidak sesuai prosedur.

Selain itu, Ade yang pagi itu memakai stelan atasan Kemeja Batik cukup mengkritisi media watch dog KIPPAS. KIPPAS dinilai Ade terlalu menggunakan bahasa ilmiah, Ade menyarankan agar KIPPAS sedikit menurunkan bahasanya sehingga orang non akademisi bias memahaminya.

Ade juga sependapat dengan Hendra yang mengharuskan kelima media untuk hadir pada seminar tersebut. Pelajari juga dapur redaksi media tersebut ketika membahas kasus korupsi Syamsul di meja redaksi.

Wuah…bener-bener inspirasi di hari Selasa yang cerah ceriah. Dapat ilmu tentang korupsi. Semoga kasus korupsi di Indonesia bias terkuak tuntas deh!.

Salut buat KIPPAS yang concern sebagai media watch dog yang sejatinya media seperti inilah yang amat sangat ditakuti pemerintah sehingga segala elemen pemerintahan bisa berpikir dulu sebelum berbuat karena ada media yang selalu mengawasi dan siap menyebarkan informasi ke masyarakat. Selain itu bukan berarti pers sendiri tidak diawasi, tentu saja diawasi khususnya pers di Medan yang ranahnya KIPPAS dalam menganalisa media-media yang berpengaruh di Medan. Sukses buat KIPPAS semoga tetap bisa objektif dan tajam menganalisa berita yang terus berkembang tiap detiknya. Semoga kita bisa!.

Salam Pers!

0 komentar:


Posting Komentar

Komentar anda..?