Fauzan Arrasyid*
Demo, 4 huruf yang diurut sederhana dan melahirkan sebuah kejadian besar, sebuah sejarah baru, sebuah aksi yang membekas, aksi mahasiswa.
Katanya sih mahasiswa tanpa demo, bukan mahasiswa namanya. Apa benar ya..?
“Hm…gua rasa gak lah…soalnya, demonstran itukan Cuma identik.” Raditya dika berkomentar dalam salah satu catatan blog pribadinya.
Saya sendiri, sangat setuju dengan pernyataan diatas. Karena memang antara demonstran dan mahasiswa tidak bisa disatukan. Demonstran bukan mahasiswa, namun mahasiswa pasti pernah menjadi demonstran. Hm…terus kata demonstran saya rasa gabungan dari satu kata ditambah kata klise yang membuat satu kosa kata baru. Yang pertama Demo, demo menurut kamu besar bahasa Indonesia adalah rasa menolak. Ditambah akhiran kata NSTRAN, sehingga memberikan makna orang yang menolak.
Kalau bicara orang-orang menolak, ditinjau dari seluruh masyarakat Indonesia, memang hanya mahasiswalah yang berani bersuara, lebihnya, seperti masyarakat, siswa semua tingkat, hanya bisa diam merasakan dan akhirnya menderita. Karena alasan inilah mahasiswa kerap dikenal sebagai demonstran, dan yang pastinya menambah rasa banggaku sebagai Mahasiswa. Seorang yang bersuara ketika melihat ketimbangan, ketika melihat kebohongan, ketika melihat sebuah keadilan., Mahasiswa harus bersuara. Dan aku bangga..! pantaskah..?
Hari ini aku menjadi seorang demonstran di kampus hijau IAIN-SU. Sekitar 2 jam berdiri bersama, teriak bersama, dan berorasi bersama. Jelas hari ini aku melihat sebuah ketimpangan. Akan kujelaskan berikutnya.
DEMONSTRAN YANG BERDIRI PALING BELAKANG
Berdiri gagah bagai seorang prajurit tangguh, berteriak, berorasi, bahkan kadang (sangat jarang) menjadi kepala pergerakan ketika demo berlangsung. Ia berdiri dengan gagah, namun, kadangkala tidak mengerti apa yang diteriakkan, ironisnya lagi kebanyakan tidak tahu menahu apa yang diorasikan. Hanya berteriak “Hidup Mahasiswa” bernyanyi “Bakar semangatmu..” bersama, tanpa menghiraukan masalah yang terjadi. lebih lagi ketika utusan dari yang didemo datang memberikan komentar dan jawaban dari tuntutan, tak jarang ia hanya menoleh kekiri-kekanan, melihat sekeliling, bahkan ada juga yang memulai aksinya menggodai cewek-cewek yang hadir saat berdemo. Namun, tidak semuanya mahasiswa yang seperti ini. Akhir yang harus kita ingat bersama.
DEMONSTRAN YANG BERDIRI PALING DEPAN
Menjadi kepala aksi setiap demo. Juga berdiri gagah menyampaikan aspirasi mahasiswa dengan bahasa yang sulit kumengerti. Diselingin teriakan “Hidup Mahasiswa” yang membakar jiwa semangat semua demonstran. Namun, apakah itu murni hati menggerakkan, tak jarang ketika menjadi ketua orasi, uang pelican sudah terletak rapi dikantong belakang. Dan untuk pera pendemo lainnya, hanya sepuluh persen dari anggaran yang diterima, bahkan hampir Cuma
Ketika masih ditingkat pertama, muncul sebuah pertanyaan polosku, namun hanya dalam hati saja. Ketika itu aku bertanya-tanya, dari mana uang yang didapat senioran organisasi ini, apakah anggaran organisasi. Dan akhirnya aku mendapatkan jawaban yang sangat mengejutkan. Ternyata tak jarang uang-uang itu didapat dari beberapa kelompok yang dirugikan dari sebuah kebijaksanaan pemerintah. Yang pastinya menginginkan keuntungan dari orasi mahasiswa yang selalu saja membawa nama masyarakat
MAHASISWA, ALAT PALING AMPUH
Jujur, saya sangat senang menjadi mahasiswa. Sebab persaudaraan lebih terasa dekat. Lain setika masih duduk di tingkat aliyah. Ketika menjadi mahasiswa, semua kebijaksanaan baik dari kampus yang biasanya dari pihak rektorat maupun pemerintah Negara dapat diprotes, dan dukungan pasti datang dari banyak mahasiswa, sehingga rasa berontak itu dapat terealisasikan dengan baik.
Namun yang menjadi balada kehidupan, yang kadang membawa mahasiswa menjadi alat ampuh, adalah ketika mahasiswa hanya dipakai untuk kepentingan kelompok bahkan untuk kepentingan pribadi.
Saya tidak habis pikir, seperti apa watak mahasiswa yang sudah jelas ia mmengetahui itu salah, namun tetap saja menerima tugas itu dengan senang hati. Apa hanya karena uang 500 ribu yang diselipkan dikantong depan kemejanya ketika mendapatkan tugas itu..? atau ada alasan lainnya yang lebih mendukung..?
Sangat menjijikkan, sangat rendah, sangat memalukan. Namun, masalah global ini sekarang sudah menjadi rahasia kampus. Berdalih inilah warna-warni politik kampus, dan banyak alasan lainnya, prilaku binatang ini kerap dilakukan.
Memang benar kata Sahrul Khan, dalam filmnya yang tragis My Name is Khan. Di dunia ini hanya ada dua tipe manusia, ada yang baik dan ada yang jahat. Ingat Cuma ada dua. Selama orang baik ada, orang jahat akan tetap setia menjadi blockade hitam pasukan putih.
AKHIRNYA…
Saya hanya bisa berharap, dan saya berani mengatakan, kalau anda salah satu dari orang yang dirugikan akibat kegiatan biadab mahasiswa seperti yang diatas tertulis, anda juga akan sependapat dengan saya. Saya berharap, lakukanlah perubahan sobat..!
Kita adalah mahasiswa, siswa yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi, yang telah mengubah roda kehidupan dan perkembangan Negara ini. Ingatkah anda, ketika tahun 60-an, mahasiswalah yang dapat melepaskan belengu ikata pemerintahan yang tidak memihak pada masyarakat. Masih ingatkah anda, ketika mahasiswa sangat kerap terdengar sebagai agen perubahan dan itu sudah terbukti puluhan tahun yang lalu..? masih ingatkah, atau anda sudah melupakannya..?
Sobat, jangan kita sia-siakan perjuangan abang dan kakak kita yang terdahulu. Saya yakin, mereka melakukan perubahan, aksi yang bersih, dengan satu tujuan, agar asik-asiknya mahasiswa yang akan datang, dapat belajar dengan tenang dan aman. Jangan kita rusak citra ini, hanya karena mengedepankan kepentingan subjektif semata. Jangan kau coreng nama besar mahasiswa, sebab hanya kitalah harapan masyarakat. Ingan kita ditunggu jutaan masyarakat, mereka menunggu kebijakan kita dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Ingat, kita diharapkan.
*Mahasiswa Jurusan Hukum Perdata Islam di IAIN-SU
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar anda..?