Siang ini kunaiki angkot 103, dengan tujuan toko buku Walisongo. Ntah sudah berapa kali mobil yang kutumpangi hampir menyenggol mobil lain, dan tak terkira lagi sudah berapa kali ku mendengar ucapan-ucapan kasar terlontarkan berapa kali tanpa berpikir, banyak anak sekolahan yang pasti mendengarnya. Bukankah itu menjadi pendidikan yang sangat buruk..?
Sebenarnya, karena sudah terbiasa dengan keadaan yang saya sendiri sangat benci dengan keadaan ini hampir saja melontarkan perkataan kotor. KEsabaran saya hampir pecah tadi siang. Masih terasa palak (benci:bahasa medan) kalau kuingat kembali cara supior mengendarai mobil angkutan umumnya.
Berhenti sesuka hati. Menurunkan penumpang dengan gampangnya. Klekson yang sengaja dibunyi-bunyikan agar kelihatan garang. Kumis yang tebal juga menjadi senjata andalan.
Ternyata bukan hanya di supir saja.
Penumpang tak kalah garangnya. Ia ternyata lebih berani. Ditengah jalan, ketika mobil sedang melaju sangat kencang, ia berteriak lancang "pinggir bang..!". Pastinya, rem mendadak ditekan sehingga membuat tubuh kami terguncang keras kebelakang. Belum lagi ketika asap rokok mengepul besar tepat didepanku, dengan merasa tak berdosa ia hembuskan sesuka hati. Dalam hati, kalau bukan aku masih terus berusaha membiasakan keadaan ini, sudah ku hantamkan wajah jeleknya itu. Huh, ....
_____________________________________________________
Sobat, mungkin bukan hanya saya saja yang sering merasakan kehinaan keadaan sosial seperti ini. Saya katakan hina, karena semakin banyak saja orang yang memplokramasikan dirinya hina, paling tidak secara tak ia sadari.
Saya, anda, bahkan kita sudah tahu...sudah mengerti bahwa masih banyak perbuatan yang selama ini kita lakukan itu salah, tetapi...saya juga wajar, kondisi yang sudah tertanam inilah yang membuat kita susah bertindak.
Contoh diatas merupakan salah satu contoh dari sekian banyak contoh yang tak sanggup au tuliskan satu persatu, sangkin banyaknya.
Masalah toilet umum, lalu lintas, antrian membeli tiket, sampah, bangunan sembarangan, dan masih banyak lagi yang kerap menjadi tontonan gratis kita setiap hari.
Tetapi, menurut pandangan saya...kalau di Metro TV itu ada satu acara MATA NAJWA, kalau menurut MATA FAUZAN, ada beberapa resiko besar jika kita tetap tinggal diNegara amburadul dan hanya terus hidup dengan mengikuti suasana nafsu.
Resiko pertama, resiko terburuk, yakni dapat membentuk kepribadian ita terasa bahkan hampir menjadi buruk. Resiko ini harus kita hindari.
Artinya, dengan keadaan yang sangat menakutkan ini, kita mulai terbawa arus yang secara sadar kita tidak mau menjadi sepertinya.
Suasana yang kita konsumsi setiap hari merupakan pendukung terbesar dan paling setia untuk mencetak kita menjadi buruk. Mari kita berusaha menjauhkan diri dari resiko ini.
Resiko kedua, resiko yang diharapkan, yakni dengan keadaan yang buruk total ini diharapkan nantinya dapat membentuk kita menjadi yang terbaik.
Memang agak kontroversi jika saya ketakan demikian, tidak mungkin rasanya jika dengan suasana itu kita bisa menjadi terbalik, menuju yang terbai.
Pada awalnya memang sangat sulit, tetapi jika kita biasakan pastinya akan lebuh gampang. Dan yang paling terpenting adalah, keinginan kita. Sebab, Jet Lee, seorang master kungfu pernah mengatakan bahwa setiap orang perlu pahlawan, dan pahlaawn itu ada pada diri kita.
Kita bisa menjadi lebih baik, dan itu bukan karena seorang motivator handal. Dalam pandangan saya, tidak ada motivator handal di negara ini bahkan di dunia sekalipun. Motivator yang bisa mengubah kita hanyalah diri kita, tetapi untuk menjadikan kita percaya diri memang dibutuhkan seorang suporter, yang tak pantas dikatakan motivator nomor satu.
Disini kita diajak lebih bijak dalam segala keadaan, jika memang konsumsi sehari0hari kita adalah menggeluti (contoh) lalu lintas yang amburadul marilah ita jadikan itu sebagai bahan pelatiha. Salah satunya melatih kesabaran. Semakin sering kita konsentrasi dalam melatih kesabaran, akan semakin tebal kesabaran yang kita miliki.
Nah teman-teman, semoga dengan gambaran 2 resiko tinggal di negara (agak) amburadul ini tidak mengubah kita menjadi amburadul juga, tetapi sebaliknya...
Mari, kita mulai dari hal-hal yang terkecil dulu.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar anda..?