rss

Labels

About Me

Foto saya
Ialah organisai Intra kampus IAIN SU yang bergerak dalam bidang jurnalistik, LPM (Lembaga Pers Kampus) sebagai wadah tempat para Mahasiswa/i IAIN SU menyalurkan kreasi,inspirasi dan apresiasi yang gemar, tertarik dan berbakat dalam bidang Jurnalistik, Tulisan, photografi, sastra dll.yang tertuang dalam bentuk Tabloid yang setiap caturwulan sekali di terbitkan, didirikan pada Tahun 1993 Sekretariat : kampus II IAIN SU. Gedung AULA Lantai I

Senin, 22 November 2010

'GUE GAK CUPU !'


Penulis : Nurul Fauziah

Anugrah Roby Syahputra

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan 1 : 2010

Buku yang mendidik namun ringan untuk dibaca. Cocok untuk kondisi anak muda sekarang yang mulai mengklasifikasi pergaulan. Dimana mereka mulai memilah teman yang kelihatan gaul untuk ditemenin dan menjauhi anak yang kelihatan cupu.

Dalam buku ini coba ditafsir istilah gaul dan cupu. Bagaimana ‘gaul” yang sekarang lebih bermakna negative ketimbang positif. Dan bagaimana si cupu yang kelihatan negative ternyata punya sisi positif dibalik kecupuannya

Isi buku ini coba meluruskan bagaimana ‘gaul’ yang semestinya, yang bukan ditunjukkan melalui atribut melainkan kualitas diri. Dan bagaimana si cupu harus membawa dirinya agar tak merasa terasing dari lingkungan pergaulannya.

Tips nd trik bagi si cupu untuk memperbaiki kualitas dirinya juga dibagikan disini agar para anak muda yang ngerasa dirinya ‘salah satu dari cupu-cupu yang ada’ bisa meraih sukses.

Intinya buku ini bagus untuk di koleksi siapapun yang selama ini enggan bergaul di dunia nyata dan lebih memilih tenggelam dalam buku atau jejaring social yang tak membutuhkan penampakan.

Resensor: Ratna Dw (Penulis bergiat di FLP Sumatera Utara)

Rabu, 03 November 2010

HUBUNGAN MEDIA DENGAN PENULIS PEMULA?

Oleh Fauzan Arrasyid *


“Mana ada peluang penulis pemula untuk media massa, bang !”

Pernyataan ini keluar begitu cepat dari seorang peserta pelatihan jurnalistik “Motivasi Menulis” yang dilaksanakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika IAIN-SU bekerjasama dengan Komunitas Penulis Santri (kops), Sabtu 16 Oktober 2010. Ruang pelatihan terasa tambah ricuh ketika pernyataan itu dibenarkan oleh beberapa peserta yang mendukung.

Senyum simpul terlihat diwajah trainer pelatihan. Menandakan kemenangan sebagai seorang trainer akan segera dirasa. Sontak peserta terkejut, ketika mendengar pernyataan trainer yang bukannya memberikan solusi malah membenarkan pernyataan peserta. Ia mengatakan dengan mantap “Media mana yang mau menerima naskah dari seorang penulis pemula seperti Anda ?”

“Penulis Pemula pasti sangat susah menerbitkan tulisannya di media, semua media lebih mementingkan tulisan penulis hebat dan terkenal !”

“ Saya masih sangat pemula, sangat tidak mungkin dapat bersaing dengan penulis senior !”

Fakta yang terlupakan

Anda mungkin sangat sering mendengar pernyataan seperti diatas, bukan ? bila anda salah seorang dari penulis pemula, mungkin anda juga mengiyakan pernyataan-pernyataan itu. Anda setuju bahwa peluang penulis pemula sangat sempit bahkan nyaris tidak ada sama sekali. Benarkah demikian ?

Sahabatku, saya tidak akan banyak berteori. Untuk menjawab kenyataan ini, saya mengajak anda untuk melihat beberapa fakta objektif yang termuat dalam bukunya Jonru Ginting Cara dahsyat Menjadi Penulis Hebat yang selama ini mungkin anda lewatkan.

o Sebelum Andrea Hirata menjadi terkenal seperti sekarang ini, sebelum ia menuliskan novel berjudul Laskar Pelangi, sebelum novelnya Laskar Pelangi menjadi best seller tingkat nasional dan dibaca jutaan orang. Apakah ada orang yang mengenal namanya ? Seorang Andrea Hirata saat itu juga sama seperti anda. Tidak dikenal jutaan orang, masih sebagai seorang penulis pemula. Sama seperti anda..!

o Sebelum menerbitkan novel Jomblo, Aditya Mulya juga masih sangat pemula.

o Sebelum menerbitkan buku Kambing Jantan, Raditya Dika juga masih sangat pemula.

Secara logika, tidak ada penulis yang tiba-tiba sukses dan terkenal. Mereka semua juga pasti pernah melewati status dengan nama penulis pemula. Kita mungkin lupa fakta ini, karena kita hanya mengenal nama-nama penulis ngetop setelah mereka terkenal. Apakah anda tahu bagaimana perjuangan mereka sebelum mereka menjadi terkenal ? ketika status mereka masih sama, sebagai seorang penulis pemula ?

Peluang Penulis Pemula di Media Cetak

“Apakah media cetak benar-benar menutup kesempatan bagi penulis pemula ?”

Tentu saja tidak ! Hampir semua media sebenarnya sangat terbuka terhadap naskah-naskah dari penulis pemula. Bagi sebuah media, yang terpenting dan yang paling diutamakan adalah tulisan-tulisan yang berkualitas dan sesuai dengan misinya. Artinya, keyakinan serta kepercayaan diri yang tinggi sebenarnya yang menentukan semuanya, sehingga lahirlah tulisan yang berkualitas.

Beberapa ketakutan serta anggapan salah, yang menjadi benteng penghalang menjadikan kita penulis yang berke pe-de an tinggi, saya dapat ketika mengikuti Pelatihan Kepenulisan oleh Komunitas Penulis Santri Medan (kopsMedan) yang bekerjasama dengan Lembaga Baca Tulis (eLBeTe SUMUT) beberapa bulan lalu.

Menulis itu tidak butuh bakat !

Orang bijak pernah mengatakan bahwa pengaruh bakat dalam meraih kesuksesan hanyalah 1 % saja. 98 % adalah hasil kerja keras, 1 % lagi adalah factor keberuntungan sebagaimana di tuils Malcom Dladwell dalam bukunya The Outliers. Begitu pulalah kiranya menulis, dalam sampul belakang bukunya, Gola Gong pengelola Rumah Dunia menuliskan hal ini dengan penuh keyakinan yang begitu besar. Ia menuliskan Menulis itu bukan bakat, tapi usaha yang terus diasah. Menarik bukan ?

Menulis tidak butuh keahlian

Bila anda menunggu hingga punya keahlian dan pengetahuan yang banyak untuk memulai menulis, anda tidak akan pernah menjadi ahli. Pengetahuan serta keahlian justru anda dapatkan dari peraktek menulis. Semakin sering menulis, maka keahlian anda akan semakin baik (Jonru Ginting).

Saya mendapatkan kata-kata bombastis diatas dari newsletter belajarmenulis.com. kata-kata tersebut begeitu menggairahkan bagi saya untuk memulai menjadi ahli. Toh saya tidak tahu kapan saya akan menjadi ahli. Jadi, anda tidak perlu menunggu untuk menjadi ahli dalam memulai sesuatu, tetapi keahlian tersebutlah yang akan dating jika anda memulai.

Takut menyalahi ejaan dan tata bahasa

Ketakutan seperti ini sering menimpa seorang yang mau mulai menulis. Ya, dia mau memulai tapi sudah takut terlebih dahulu. Maka, caranya hilangkanlah rasa taku itu. Jangan pernah memulai menulis dengan perasaan takut seperti ini. Karena ketakutan akan menghambat keluarnya ide-ide berilian anda.

kata depan disambung apa ya..? mengaakhiri kalimat langsung, titik dulu atau tanda kutip dulu ya..? yang benar berbagai atau perbagai ?...” untuk memulai menulis, hilangkan ketakutan-ketakutan seperti ini. Menulislah dengan segera dan tuangkan saja ide-ide yang ada. Menulislah sebebas-bebasnya, itulah yang disarankan Peter Elbow dalam bukunya Writing Without Teacher. Bebaskan dirimu dari ketakutan yang menyalahi ejaan dan tata bahasa. Bebaskanlah, karena untuk memulai menulis, anda harus terbebas dari semuanya.

Takut menyalahi pendapat orang lain

Pepatah arab mengatakan “Setiap kepala, memiliki pendapat yang berbeda”. Artinya, anda adalah anda, yang berpendapat dan mempunyai pandangan ! dan yang lebih penting, sandarilah pandangan tersebut pada sandaran yang benar.

“ Kalau saya menulis seperti ini, kira-kira pendapat orang gimana ya ? Wah saya masih terlalu muda gak ya, kalau menulis tentang hokum ? apa pendapat saya nanti tidak menyalahi pendapat para ahli ?” ketakutan-ketakutan seperti inilah yang sering menyapa mereka yang ingin mulai menulis. Maka untuk menghancurkan benteng kedua ini, sekali lagi, kosongkanlah perasaan-perasaan seperti ini. Menulislah, dan keluarkanlah keberanianmu. Thomas J. Stanley dalam bukunya The Millionaire Mind mengatakan ; Ada hubungan signifikan antara keberanian dan keberhasilan. Orang sukses selalu mengambil resiko untuk sukses, dan untuk mengambil resiko tersebut memerlukan keberanian.

Selamat, akhirnya anda menjadi penulis. Bukan penulis pemula !

Menurut saya, sudah saatnya status “Penulis Pemula” kita hapuskan dari kamus bahasa kita karena sepertinya juga menjadi penghalang untuk maju. Saya jadi teringat kata-kata pak Ali Murthado ketika mengisi pelatihan kepenulisan di kampus IAIN-SU, ia mengatakan Anda akan menjadi penulis ketika tulisan anda dibaca !. Perhatikan, beliau tidak memakai kata “Penulis Pemula”. Menarik bukan ?

Akhirnya, untuk menjadi seorang penulis sangat tepat bila kita memperhatikan salah satu pesan salah satu teman saya di facebook. Ia menuliskan Jangan Puas(a) Menulis. Artinya Semakin sering orang menulis dan semakin sering pula orang memikirkan (membaca) tulisannya, semakin bagus jualah karyanya.

Harapan terbesar saya tujukan kepada teman-teman sesame Mahasiswa agar berusaha dan sama-sama berusaha mencintai dunia kepenulisan. Agar menjadi Mahasiswa pengabdi dan pencipta. Semoga.

*Fauzan Arrasyd, kru Pers Mahasiswa Dinamika IAIN-SU juga sebagai Ketua Komunitas Penulis Santri Medan.

PERS MAHASISWA, MASIH PERLUKAH ?

Oleh Fauzan Arrasyid *


There are only two things that can be lightening the world. The sun light in the sky and the press in the earth. (Mark Twain)

Tentu bagi sebahagian kita para pemerhati dunia jurnalistik akan sangat setuju dengan ungkapan Mark Twain, Penulis Novel Life on the Mississippi ini. Bahwa hanya ada dua hal yang bisa membuat terang bumi ini, yakni sinar matahari dilangit dan pers yang tumbuh berkembang di bumi ini. Pers sendiri memang tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam informasi yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani peradabannya. Mulai dari persoalan corak warna hidup sampai hal yang detail sekalipun tentang sebuah eksistensi kehidupan.

Dalam peradaban manusia, Pers sangat dikenal mempunyai fungsi yang essential. Mulai dari education function (fungsi pendidikan) , Information (sumber informasi), entertainment (hiburan) dan social control (fungsi kontrol sosial). Sehingga wajar kalau kita melihat pers menjadi suatu kebutuhan dan menyebabkan “momok” bagi negara yang menerapkan sistem outhoritarian. Pers menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat menggerakkan siapa saja untuk berbuat seperti yang kita kehendaki atau sekedar mempengaruhi/menciptakan public opinion (komunikasi massa). Dan, pers sendiri terlanjur menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

PERS MAHASISWA

Jika kita cermati, Pers Mahasiswa merupakan gabungan dari dua unsur kata yakni Pers dan Mahasiswa. Pers berarti segala macam media komunikasi yang ada. Meliputi buku, majalah, Koran, bulletin, radio ataupun televisi serta kantor berita. Pers tentunya sangat identik dengan News/berita. Maka, ada benarnya juga ketika kita meleburkan kata News menjadi North, East, West, dan South. Yang bisa diartikan dengan datangnya arah informasi melalui empat penjuru mata angin (berbagai tempat). Oleh sebab itu, Pers/News hendaknya menganduk unsur-unsur publishita (tersebar luas dan terbuka), aktualita (hangat dan baru) dan periodesita ( mengenal jenjang waktu. Contohnya : harian, mingguan atau bulanan).

Mahasiswa sendiri mempunyai definisi bahwa kalangan muda yang berumur antara 19 – 28 tahun yang memang dalam usia itu manusia mengalami suatu peralihan dari remaja ke fase dewasa. Pada fase peralihan itu secara Psikologis Aristoteles mengatakan kaula muda mengalami suatu minat terhadap dirinya, minat terhadap sesuatu yang berbeda atas lingkungan dan realitas kesadaran akan dirinya. Sosok Mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis dan rasional. Disamping itu, Mahasiswa merupakan suatu kelompok masyarakat pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi, tata nilai kepemudaan dan disiplin ilmu yang jelas sehingga hal ini menyebabkan keberanian dalam mereleksikan kenyataan hidup di masyarakat. Dan tata nilai itulah yang juga menyebabkan radikal, kritis, dan emosional dan secara perlahan menuju suatu peradaban/kultur baru yang signifikan dengan hal-hal yang bernuansa aktif, dinamis dan senang pada perubahan. sehingga dari dasar inilah, kawan-kawan bisa melihat ciri khas mahasiswa sebagai pengelola pers mahasiswa berbeda dengan pers umum.

(Harusnya) Pers Mahasiswa Berfungsi Sebagai :

Pers mahasiswa dikenal sebagai bagian yang utuh dari kehidupan perguruan tinggi. Di berbagai kampus terkemuka di tanah air kita, tradisi keberadaan pers mahasiswa telah berlangsung cukup lama. Hal tersebut sama dengan yang dijumpai di hampir setiap kampus di berbagai negara di dunia. Umumnya pers mahasiswa merupakan saluran informasi dan opini yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan analisis mahasiswa mengenai kehidupan berkampus, bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan tersebut memang dibutuhkan sejalan dengan proses pembelajaran yang ditempuh oleh setiap mahasiswa.

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan pers mahasiswa seperti peluang melatih diri dalam hal kepemimpinan, memecahkan masalah, berperilaku jujur, objektif, seimbang, keterbukaan dan belajar melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang. Prinsip-prinsip jurnalisme yang menjadi acuan bagi pers mahasiswa, menuntun mereka untuk menerapkan hal-hal tadi dalam perilaku yang nyata tatkala menjalankan kegiatan pers mahasiswa sehari-hari.

Penulis sangat setuju dengan perkataan Zulkarimein Nasution seorang Pengajar Program Sarjana Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Ia menuturkan bagaimanakah aktualisasi dan peran pers mahasiswa dalam era kebebasan pers. Ada beberapa kenyataan yang relevan dengan pertanyaan tersebut. Pertama, pers mahasiswa merupakan media ekspresi tempat mengemukakan pikiran dan pendapat di kalangan komunitas mahasiswa sebagai bagian dari komunitas akademis. Kedua, pers mahasiswa merupakan lahan penyemaian (breeding ground) bagi tumbuhkembangnya pelaku pers profesional. Ketiga, pers mahasiswa (pernah) menjadi “kawasan penyangga” (buffer zone) kebebasan pers di suatu masyarakat.

Keempat, pers mahasiswa diharapkan oleh masyarakat luas mencerminkan keunikan dalam isi pesan yang tidak dapat diakses dimana-mana di tempat lain, tapi hanya ada di pers mahasiswa, karena domisilinya yang khas di lingkungan universitas.

Sebagai sebuah komunitas, perguruan tinggi memang membutuhkan adanya saluran informasi yang memungkinkan warga komunitas dimaksud mengetahui apa yang tengah terjadi dan mereka dapat menyatakan respon mereka terhadap sesuatu hal yang sedang berlangsung di lingkungan komunitas tersebut mau pun lingkup yang lebih luas di luarnya. Untuk itulah pers mahasiswa hadir di lingkungan kehidupan kampus.

Seperti diketahui, pers mahasiswa berfungsi sebagai saluran ekspresi yang mewadahi kebebasan berpendapat atau pun juga dikenal sebagai kebebasan akademik yang menjadi karakter komunitas perguruan tinggi. Ciri penting dari kebebasan ini terletak pada kebertanggungjawabannya pada civitas akademika serta masyarakat secara keseluruhan. Dalam penerapannya, kebebasan akademik senantiasa dipagari oleh sejumlah rambu etika dan moral yang memandunya agar tidak keluar dari rel yang seharusnya. Memang mengenai hal ini senantiasa berkembang diskusi yang menarik tentang seberapa bebas dan seberapa bertanggungjawab praktek kebebasan itu dalam pelaksanaannya. Batasan yang definitif mengenai hal tersebut memang tidak mudah untuk dirumuskan. Namun yang lazim menjadi rujukan adalah nilai-nilai moral dan etik yang berlaku di masing-masing lingkungan. Di atas itu semua, hal ini merupakan pendidikan bagi mahasiswa mengenai hak dan kewajiban mereka berkenaan dengan kebebasan tersebut, yang kelak diharapkan menjadi bekal untuk menjadi seorang warga negara yang melibatkan diri (involved citizens) dalam kehidupan bernegara.

Selama ini pers mahasiswa juga telah terbukti merupakan tempat bersemainya bibit-bibit calon pelaku pers profesional. Telah banyak jurnalis dan tenaga manajerial pers profesional yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan pers mahasiswa. Kelak mereka itu setelah menyelesaikan studi umumnya mendapat apresiasi dan tempat yang baik serta sambutan yang “welcome” di lingkungan pers profesional. Seorang maestro jurnalis kita, Rosihan Anwar menyatakan pers mahasiswa sebagai breeding ground buat tumbuhnya jurnalis professional. Ini tentunya merupakan pengakuan yang cukup membesarkan hati.

Berikutnya, pengalaman mengajarkan bahwa ketika iklim kehidupan sosial politik kita telah membelenggu ruang gerak pers professional dalam menjalankan fungsinya, pers mahasiswa tampil memerankan fungsi tersebut. Publik pernah merasakan peran yang dilakukan oleh — sebagai contoh — tabloid Gelora Mahasiswa (Universitas Gadjah Mada) dan Salemba (Universitas Indonesia) serta pers mahasiswa lainnya pada era 70-an manakala pers professional saat itu boleh dikatakan telah ”tiarap”. Hal itu tentu tidak terlepas dari dukungan pimpinan universitas dan seluruh civitas akademika serta adanya tradisi kebebasan akademik di perguruan tinggi.

Berikutnya, banyak hal yang dapat digarap oleh pers mahasiswa yang merupakan comparative advantage karena basisnya di perguruan tinggi. Hampir segala macam resources dan keahlian dalam beraneka bidang boleh dibilang ada di universitas. Itu semua merupakan asset yang amat berharga untuk mengembangkan pers mahasiswa yang berbobot dan mendapat tempat di hati khalayak.

Untuk itu diperlukan sejumlah langkah upaya agar cita-cita tersebut dapat dicapai. Pertama, perlu suatu panduan jurnalisme yang menjadi acuan dalam mengaktualisasikan peran pers mahasiswa di era kebebasan pers. Kedua, juga dibutuhkan sejumlah tuntunan praktis (practical guides) mengenai hal-hal teknis seperti reporting, editing, manajemen, serta monitoring dan evaluasi. Ketiga, dalam mengimplementasikan kebebasan pers, diperlukan pula referensi tentang etika jurnalisme. Keempat, kalangan pers mahasiswa perlu mengembangkan dan menjalin networking di antara sesama agar dapat saling membantu dan berbagi.

Sustainability: problem “abadi”

Akan tetapi, ternyata kebebasan saja tidak cukup untuk terwujudnya pers mahasiswa yang langgeng dan berkelanjutan. Ada sejumlah faktor penting yang menentukan hal itu, di antaranya adalah kebersediaan (willingness) para mahasiswa untuk menjadi pelaku yang tangguh dan ulet, semangat berdedikasi untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, apresiasi terhadap aktivitas pers mahasiswa, kemauan untuk terus menerus belajar dan belajar dan dukungan lingkungan yang memadai.

Mengapa pers mahasiswa di tempat kita umumnya mengidap penyakit discontinuity? Menirukan pepatah: jangan “patah tidak tumbuh dan hilang tanpa berganti”. Apakah ada kaitan persoalan ini dengan kesementaraan kemahasiswaan itu sendiri? Bisakah diupayakan agar meski pun mahasiswanya silih berganti, namun media pers mahasiswa di suatu kampus tetap langgeng dan berkelanjutan? Sebagai contoh, koran kampus Universitas Indonesia Salemba hanya berusia balita, lalu punah. Yang terus bertahan barangkali cuma Media Aesculapius di fakultas kedokteran UI.

Untuk itu sudah saatnya dilakukan langkah yang konkrit menata pengelolaan pers mahasiswa dengan menerapkan konsep keprofesionalan di semua bidang.

*Penulis adalah ketua komunitas penulis santri Medan juga aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika IAIN-SU

Selasa, 05 Oktober 2010

HASIL AKHIR UJIAN TIGA HARI LPM DINAMIKA

MENGAWALI PERTEMUAN KITA MALAM INI, DIMULAI DARI SEBUAH TULISAN________selamat menikmati :

NILAI SEBUAH KEGAGALAN

Bagi banyak orang kegagalan adalah sesuatu yg buruk. Apakah betul begitu? Untuk pikiran yang dangkal, hal itu memang betul.

Namun apabila kita memikirkannya lebih dalam lagi, kegagalan tidak selamanya merupakan bencana. Bisa jadi, dengan kegagalan Allah mengingatkan kita bahwa kapasitas kita belum cukup untuk menerima kesuksesan. Barangkali Allah menunjukkan kepada kita bahwa masih banyak hal yang harus kita pelajari, yang mana kalau kita sukses padahal kemampuan kita masih dangkal, kita akan terjatuh lebih dalam lagi.

Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang ahli investasi dari Amerika bahwa ‘orang bodoh dengan uang banyak adalah suatu fenomena yang sangat menarik’. Apakah yang akan terjadi bila orang bodoh tiba-tiba mendapatkan uang banyak? Jelas, dia akan menghabiskannya tanpa perhitungan hanya untuk barang-barang konsumtif dan kembali mengalami kesulitan keuangan karena kemungkinan besar barang-barang konsumtif tersebut akan dia beli dengan cara kredit.

Apakah dia pantas disebut orang kaya? Jelas tidak, orang yang betul-betul kaya tahu betul apa yang akan dia perbuat dengan uangnya dan akan mengembangkannya lebih banyak lagi.

Poin utamanya adalah kesuksesan yang kita terima akan selalu sesuai dengan kapasitas diri kita.

Jika kita menerima kesuksesan di luar kapasitas diri, malah kita akan jatuh lebih dalam dan gagal lebih parah.

Maka dari itu, jangan terlalu mendramatisir kegagalan. Bisa jadi dengan kegagalan Allah menyelamatkan kita dari kegagalan yang lebih parah. Yang perlu kita fokuskan adalah bagaimana caranya agar kita bisa berkembang secara pribadi untuk layak menjadi orang yang betul-betul sukses sehingga kesuksesan kita bisa bertahan lama dan semakin berkembang.

Sebesar apa keinsafanmu, sebesar itu pula keberhasilanmu...!

SEKARANG,

INILAH NAMA-NAMA KRU YANG LEBIH DAHULU MENDAPATKAN KEBERHASILAN, YANG INSYA ALLAH AKAN MENJADI KRU MAGANG LEMBAGA PERS DINAMIKA IAIN-SUMATERA UTARA PERIODE 2010-2011.

KITA MULAI DENGAN BISMILLAH ......

ALMI HIDAYAT / TAUFIQ AKBAR / JUNAIDI BERUTU / DESI NIRMAYA / FADLI HER / ANDIKA / HINDAH SUMAYYAH / ENDAH TRI S / INTAN AZMI / RIVA`I SYAVA / M. IKBAL / ISMARAIDHA / UMAR SAUD HASIBUAN / RAHMAT GHAZALI / SAIDUL QADRI / NURI ASLAMI / RAHMAH NUR / RIZKA AFRILLIA / NURJANNAH / ULUL AZMI / ILHAM SANNI / AFIFATUN NAZHIFAH / ADITYA P/ DIAN SUTIARA / ANNISA AULIANI

HARAPAN TERBESAR KEPADA TEMAN-TEMIN YANG BELUM BERHASIL :

BERIKAN NILAI PADA KEGAGALAN KITA...! SEMOGA LEBIH BAIK

HARAPAN KEPADA TEMAN-TEMIN YANG BERHASIL :

DIWAJIBKAN UNTUK MENGHADIRI ACARA PENGUKUHAN SEBAGAI KRU MAGANG LPM DINAMIKA IAIN-SU PADA HARI SABTU TANGGAL 09 OKTOBER 2010 DI MARKAS BESAR (MABES) LEMBAGA PERS MAHASISWA DINAMIKA IAIN-SUMATERA UTARA

SALAM HANGAT,

Panitia Penerimaan Kru Baru LPM Dinamika 2010

Fauzan Arrasyid / Haqqy Luthfita / Murpi Lubis

contact person: 0852-7556-0435 (KETUPAT)

Minggu, 26 September 2010

Pemimpin - Pemimpi


By Ozan The Lost Boy

Kala matahati berubah putih
Seorang melempar tanya
Melompat, kuraih-lemparkan jawaban

Apa Kau Pemimpin ?
Lantang kujawab ; Ya !

Juga Pemimpi ?
Ragu kujawan ; Ya !

Berani "Ya" Takut "Tidak"
Cermin pantulan Pemimpinku kini
Memimpin seolah tak mau mimpi
Mimpipun jelas lari menjadi pemimpin

Kapan si "sadar" menemuimu...?
sederet nama pemimpinku ;
Soekarno hingga SBY ; Lafran Pane hingga Ahmat Sayuti ; Almihan hingga Faiz Isfahani ; Ali Murthadho hingga Maulana...

Harapan jangan pecah
beton, bahkan lebih kuat
Aku yakin

KAU SEORANG PEMIMPIN
KARENA KAU SEORANG PEMIMPI

INI AKU -----> JUJUR

Oleh Ozan The Lost Boy

Aku ini...Jujur..!
Jujur...ini Aku...!
Ini Aku...Jujur...!

Belum juga yakin?
Kapan yakinnya?
Mengapa harus yakin?
Bagaimana bisa yakin?

Ah, banyak pandanganmu wanita..!
Mengintaiku, seolah mencari lubang kekuranganku..
terakhir, ini aku...! Jujur,

Tetap kau pantau dari kedalaman terendah
seolah keyakinan mulai melayang meninggalkan,
menurun sehingga susah didaki,
menaik sampai-sampai susah dituruni,
terbalik dunia-bersama kecurigaanmu, wanita...!

Cukup,
Ini Aku...! Jujur

Kamis, 23 September 2010

MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN

Oleh : Fauzan Arrasyid *Tambah Gambar

MInggu, 15 Agustus merupakan hari yang cerah dari biasanya. Kalau selama ini sahurku ditemani oleh suara rintikan hujan yang kejar-kejaran jatuh membasahi bumi. Kuawali pagi ini dengan membaca buku karangan Erwandi Tirmizi yang berjudul Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan. Saya buka halaman pertama, tertulis disitu tanggal pembeliannya yakni tanggal 18 Agustus 2008, bertepatan dengan hari kelahiranku. Karena pada saat itu nuansa kemerdekaan sangat kental terasa, saya membelinya walau tidak membacanya sampai habis ketika itu. Tahun ini, kalau pada bulan agustus Gairah Kemerdekaan dirasakan sangat meriah, pada tahun ini, gairah itu kembali kita rasakan ditemani dengan gairah nikmatnya Bulan Ramadhan. Membuat perayaan ini terasa begitu meriah. Selain bersyukur dapat menikmati Ramadhan tahun ini, hendaknya kita juga mensyukuri nikmat karena juga dapat merasakan gairah kemerdekaan perjuangan bangsa sekitar 65 tahun silam.

Proklamasi yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945, atau 17 Agustus Tahun 2605 menurut tahun Jepang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Hari itu awal dimulai terbukanya pintu kemerdekaan Indonesia. Semua rakyat saat itu berusaha berumah dan berkembang, seiring aura kemerdekaan yang dirasa bersama. Cukup lama kita dijajah, tiga setengah abad dijajah oleh colonial belanda dan terakhir empat tahun kita dijajah oleh Negara Matahari Terbit Jepang. Tak heran jika setiap tanggal 17 Agustus seluruh rakyat merayakannya, guna menghormati dan merasakan nilai-nilai perjuangan para pejuang.

Kini memasuki bulan Agustus, nuansa merah-putih pun mulai terlihat. Di jalan-jalan raya sudah banyak pedagang yang menjual bendera merah-putih. Setiap rumah, gedung dan bangunan lain maupun di jalan-jalan kecil juga tak ketinggalan. Seluruh warga Indonesia bersiap merayakan Hari Kemerdekaan.Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia selalu identik dengan upacara 17 Agustus dan berbagai perlombaan. Bagi warga Indonesia, melaksanakan upacara bendera pada 17 Agustus merupakan sebuah kewajiban, sekaligus sebagai ungkapan dari rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa. Maka di setiap instansi dan lembaga di Indonesia melaksanakan upacara. Hal lain yang tidak ketinggalan dalam menyambut Hari Kemerdekaan adalah, berbagai lomba yang diadakan di setiap wilayah dimana kita tinggal. Dari mulai lomba makan kerupuk yang tidak pernah absen di setiap tahunnya sampai lomba olahraga dan lomba-lomba lain yang lebih bebeda di setiap wilayah menjadi tradisi tiap tahunnya. Tetapi, benarkah kita sudah mensyukuri nikmat kemerdekaan itu? Atau kita hanya senang berpawai ria tanpa ada nilai yang kida dapat?

Hidup dalam cengkaraman penjajah yang selalu bertindak sewenang-wenang; merampas hak-hak, mencaplok tanah, mempekerjakan secara paksa tanpa imbalan, selain cemeti yang tak henti-henti mendera tubuh yang hanya dibalut kain seadanya, bila ada seseorang yang berbicara menuntut hak-haknya, tak jarang disumbat dengan berbagai senjata, hingga ia diam seribu bahasa.

Cuplikan salah satu sudut kehidupan bangsa Indonesia yang terjajah, sebelum 65 tahun yang silam, mungkin tidak terbayangkan oleh generasi belakangan yang hanya mengeyam nikmatnya hidup di alam kemerdekaan, akibat dari terlupakannya kepedihan hidup di bawah kangkangan penjajah, hilangnya rasa syukur. Oleh karena itu Allah mengingatkan para shahabat akan nikmat kemenangan di perang Badr, yang sebelumnya mereka dalam kehinaan dan lemah, Allah SWT berfirman:

"Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badr, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya" (Ali Imran: 123)

Allah ingatkan para shahabat akan kepedihan hidup mereka sebelum kemenangan agar bisa mensyukurinya.
Untuk mengingatkan generasi ini, saya kira, kita tidak perlu harus memaksa mereka untuk menonton film-film tentang penjajahan Belanda di bioskop dengan dipungut bayaran. Cukup diingatkan mereka akan kepedihan teman-teman sebaya mereka anak-anak terjajah di Irak dan Palestina, setiap hari mereka saksikan hidup bergelimang kesengsaraan, menghadapi kebengisan dan kekejaman penjajah yang hanya mau menyapa mereka dengan senjata penghancur dan alat-alat berat yang setiap saat siap meruntuhkan rumah tempat mereka bernaung, dan tak jarang mereka bersimbah air mata dipaksa berpisah dengan orang tuanya, tak tahu entah kapan mereka akan saling bersua -semoga Allah mempertemukan mereka di dalam surga-Nya-.

Cara mensyukuri nikmat kemerdekaan

A. Mensyukuri dengan kalbu: dalam bentuk pengakuan bahwa nikmat kemerdekaan semata-mata berasal dari Allah. Dan perwujudan dari bentuk syukur ini para pendiri bangsa telah menggoreskan pena mereka dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 45: "Dengan rahmat Allah Yang Maha Esa…".

Bila ini diingkari tidak menutup kemungkinan, Allah akan mencabut nikmat-Nya dan menggantinya dengan niqmah (azab). Seperti yang terjadi pada kaum kafir Quraisy yang mengganti nikmat Allah (Muhammad shallahu alaihi wasallam) dengan mendustakannya, Allah berfirman: "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan" (QS. Ibrahim:28)

B. Mensyukuri dengan lisan: Dalam bentuk bertahmid dan bertahlil kepada-Nya, serta berterima kasih dan menyebut jasa baik para pahlawan, juga tak lupa mendoakan mereka, semoga amalnya diterima Allah. Menyebut jasa baik tersebut juga bagian dari syukur kepada Allah, berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam: "Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti tidak bersyukur kepada Allah"

(HR.Abu Daud, dishahihkan oleh Ahmad Syakir).

C. Mensyukuri dengan perbuatan dalam bentuk:

Sujud syukur saat nikmat kemerdekaan itu tiba, ini saya kira, telah dilakukan oleh para pendahulu kita. Setiap kita memperoleh nikmat dianjurkan langsung bersujud, berdasarkan hadits Abu Bakrah, dia berkata: "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bila datang kepadanya kabar gembira atau diberitakan, beliau serta-merta bersujud dalam rangka bersyukur kepada Allah". (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Bani).
Mengisi nikmat kemerdekaan dengan amalan yang disyariatkan Allah menuju ridha-Nya, dalam berbangsa dan bernegara.

Ada beberapa perbuatan yang sering kita saksikan di setiap bulan Agustus yang bertentangan dengan makna syukur, diantaranya; lomba goyang yang diiringi musik antara dua orang yang berlawanan jenis kedua kening mereka dirapatkan dan tengahnya diletakkan bola kecil, puncak peringatan agustusan dengan diringi musik dan tidak jarang disaat itu minuman memabukkan berkeliaran dari satu tangan ke tangan yang lain. -Naudzubillah- orang mensyukuri nikmat Allah dengan berbuat maksiat kepada-Nya. Perumpamaan mereka tak ubahnya seperti kaum yang disinyalir Allah dalam firman-Nya,

Katakanlah : "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut, dengan mengatakan : "Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur". Katakanlah : "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan kemudian kamu kembali mempersekutukannya"(QS. Al An'aam: 63-64)

Kesimpulan

Banyak cara untuk mensyukuri nikmat Kemerdekaan ini. Bisa dari hati, lisan, bahkan dari perbuatan. Terserah anda pilih yang mana. Semuanya benar, yang salah adalah anda tidak menyukuri nikmat yang sangat besar ini. Semoga melalui tulisan singkat ini, dapat menjadi cahaya bagi kita semua, ummat Islam. Untuk senantiasa bersyukur, atas segala kenikmatan yang ternyata sangat sering kita lupakan. Selamat Bersyukur, dan Merdeka !

*Penulis adalah Mahasiswa IAIN-SU Fakultas Syariah Jurusan Ahwalul Syahsiyah (AS) Juga santri Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan


Selasa, 21 September 2010

Merayakan Kemerdekaan Indonesia ; Pers Jangan Mau DISETIR

Oleh : Fauzan Arrasyid*

Seperti yang tertulis di website resmi IKADI menyatakan, tanggal 17 setiap bulan Agustus kita memperingati hari kemerdekaan negeri kita. Pertanyaan klasik tapi selalu relevan untuk dipertanyakan: apakah kita sudah benar-benar merdeka?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merdeka artinya bebas dari penghambaan, penjajahan ; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; atau leluasa. Dari definisi ini, mari kita bertanya kembali: apakah kita sudah benar-benar merdeka?

Negeri kita adalah negeri yang kaya dengan berbagai macam sumber daya alam, baik yang terpendam didalam tanah, diatas tanah, maupun yang ada di lautan kita yang luas. Namun semua itu seolah-olah tidak ada bekasnya. Negara-negara kapitalis telah mengeruk dan mengeksploitasinya. Kapal-kapal asing dengan leluasa menjarah hasil lautan kita. Bahkan negeri kita justru dililit utang yang luar biasa jumlahnya, yang kita sendiri belum tahu berapa generasi lagi hutang itu bisa kita lunasi. Apakah ini yang disebut kemerdekaan?

Angka kemiskinan begitu tinggi. Harga-harga semakin melonjak, sementara rupiah semakin anjlok. Dimana-mana rakyat harus antre untuk bisa mendapatkan minyak tanah, minyak goreng, beras murah, dan sebagainya. Biaya pendidikan semakin lama semakin mahal. Lapangan kerja sedemikian sulit. Rakyat menjerit! Apakah ini yang disebut kemerdekaan?

Secara politik, apakah negara kita juga sudah benar-benar merdeka dan berdaulat? Betapa seringnya kita tidak berani untuk mengambil sikap dan keputusan politik yang benar-benar kita mau karena takut dengan bayang-bayang hegemoni asing. Demikian pula berbicara soal martabat, apakah negara kita punya martabat di mata dunia? Silakan Anda jawab sendiri.

Bentuk lain dari penjajahan gaya baru, yang bersifat nonfisik, adalah penjajahan opini. Para penjajah baru yang berusaha melanggengkan kekuatan kapitalisme global dalam rangka menguasai dunia, termasuk menguasai negeri kita, telah mensosialiasikan dan mempermainkan berbagai macam isu untuk memuluskan agenda-agenda mereka. Diantara isu-isu tersebut adalah HAM, demokratisasi, jender, dan perdagangan bebas. Mereka berusaha mempermainkan isu-isu tersebut sembari menerapkan standar ganda yang sangat hipokrit.

Disamping itu, yang tidak kalah hebatnya adalah penjajahan budaya. Kita telah melihat dengan mata kepala kita sendiri bagaimana budaya-budaya asing yang hedonis, materialis, dan merusak telah merasuk dan menjadi gaya hidup bangsa kita. Kita adalah bangsa yang mayoritas muslim, bahkan yang populasi muslimnya terbesar di dunia, namun mengapa budaya dan gaya hidup yang tidak islami jauh lebih hidup di tengah-tengah kita daripada budaya dan gaya hidup yang islami? Inilah serangan budaya yang sengaja dilancarkan kepada kita agar kita senantiasa terlena, lemah dan terus terjajah.

Merdekakan Diri Sendiri

Segala yang besar berasal dari yang kecil. Agar bangsa ini bisa benar-benar merdeka, setiap orang terlebih dulu harus memerdekaan dirinya sendiri. Diri kita disebut merdeka jika tidak menghambakan diri kepada sesuatu pun kecuali kepada Allah, satu-satunya Dzat yang memang layak mendapatkan penghambaan. Jika diri kita masih terbelenggu, terkungkung dan diperbudak oleh syetan, hawa nafsu, harta benda, kekuasaan, dan sebagainya maka itu berarti kita masih belum merdeka. Kita masih terjajah!

Pers Jangan Mau Disetir

Akan sangat berarti saya rasa ketika saya mengulang beberapa sedikit ulasan diatas. Angka kemiskinan begitu tinggi. Harga-harga semakin melonjak, sementara rupiah semakin anjlok. Dimana-mana rakyat harus antre untuk bisa mendapatkan minyak tanah, minyak goreng, beras murah, dan sebagainya. Biaya pendidikan semakin lama semakin mahal. Lapangan kerja sedemikian sulit. Rakyat menjerit! Apakah ini yang disebut kemerdekaan?”

Meminjam ungkapan jurnalis kawakan Mahbub Djunaidi : « disetir ». Istilah disetir itu diutarakan Mahbub sekaitan dengan kasus pembredelan oleh rezim Orde Baru, ia adalah seorang mantan pemimpin NU dan juga PWI. Bagaimana penguasa Orde Baru berdaya upaya untuk menggunakan Pers demi kekuasaan dan pelanggengan kekuasaannya. Menurut Mahbub, bahwa penyetiran itu adalah: “Untuk memperoleh pers yang patuh, penurut. Sebab yang “aneh-aneh” mereka nggak suka.” Dan dijelaskannya mengenai pertarungan di dunia pers yang berkelanjutan. Yang penurut ya penurut manut, yang masih punya nurani tapi mesti memikirkan perutnya.

Kini, sudah 65 tahun Indonesia Merdeka. Proses mendapatkan kemerdekaan bukan saja didapat dari pejuang yang berperang, namun juga diupayakan dari tangan-tangan lihai jurnalis pada saat itu seperti harian Soeloeh Merdeka, surat kabar Sumut pertama sejak proklamasi Kemerdekaan, yang diprakarsai oleh Arif Lubis. Kemudian juga ada Pewarta Deli yang dibuat oleh Mohammad Said (pendiri Harian Waspada), Mahmud Nasution, Amarullaj Lubis dan kawan-kawannya. Juga terlihat sebuah koran buatan orang Tionghoa yang turut memberitakan perjuangan kemerdekaan RI, Harian Rakyat, yang dirintis oleh Wang Yen Si.

Artinya, Pers merupakan salah satu dari sekian banyak pejuang saat itu. Namun apa yang terjadi pada pejuang kita yang satu ini sekarang?

Disebutkan di Wikipedia.com bahwa Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 didalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Kebebasan pers merupakan kemerdekaan per situ sendiri, terlepas dari kekangan belengu tekanan orang-orang yang memiliki kebutuhan dalam pemberitaan itu. Ini semua tertuang dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 diatas.

Melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia kini, yang mana para Jurnalis juga memiliki peranan penting dalam mencapai kemerdekaan itu, diharapkan Pers dapat bergerak sesuai dengan UU yang telah ditetapkan diatas, dan saya kira itu sudah mewakili arti dari kemerdekaan per situ sendiri. Sehingga peranan Pers dalam pembangunan bangsa dapat dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan makna kemerdekaan Indonesia. Saya kira ada lima rumusan besar perasan pers yang harus tetap independent, tanpa harus disetir.

1. Meningkatkan arus informasi dan meningkatkan motivasi masyarakat, baik yang tinggal di kota maupun di desa terhadap tujuan dan kegiatan pembangunan. Untuk itu pendekatan sosial-psikologik dan budaya perlu ditingkatkan.

2. Memanfaatkan teknologi komunikasi massa seperti radio, televisi dan pers. Di samping itu teknologi komunikasi tradisional tetap dipergunakan dalam usaha mengefektifkan komunikasi sosial antara pemerintah dan masyarakat.

3. Kegiatan penerangan dilaksanakan secara lintas sektoral demi pembangunan manusia seutuhnya.

4. Pendekatan komunikasi budaya, mensyaratkan suatu sikap yang persuasif, edukatif dan informatif dari semua pihak, agar melalui interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi secara nyata.

5. Meningkatkan peranan pers dalam pembangunan, yakni pers yang bertanggung jawab dan mampu mewujudkan fungsinya sebagai penyalur informasi yang obyektif dan sanggup melaksanakan fungsi kontrol sosial yang konstruktif. Pengembangan pers nasional diharapkan mampu menggelorakan semangat dan jiwa Pancasila serta menjamin suatu pertumbuhan pers nasional yang sehat dalam rangka perwujudan Demokrasi Pancasila.

Akhirnya, saya berharap kepada pemerhati jurnalis agar tetap berpegang teguh pada Independensinya sebagai pers. JANGAN MAU DISETIR!!!! dan Merdeka !. ***

*Penulis adalah Pemerhati Pers